IQNA

Peneliti Amerika:

Seruan Bilal, Warisan Nilai Identitas yang Berakar dari Muslim Afrika

8:04 - July 06, 2020
Berita ID: 3474374
TEHERAN (IQNA) - Sementara masyarakat kontemporer telah sangat mempengaruhi kehidupan imigran Muslim kulit hitam di negara-negara Eropa, banyak dari Muslim Afrika ini melihat diri mereka secara moral dan perilaku, mewarisi Bilal Habashi, muazin Islam era awal Islam, dan menganggapnya sebagai model untuk kegiatan moral dan spiritual mereka. Karenanya, mereka telah menjaga identitas Islam mereka dan meneruskannya kepada satu sama lain.

IQNA melaporkan, Perdagangan budak kulit hitam Afrika oleh orang Eropa dan Amerika dimulai pada abad ke-16. Untuk mendapatkan budak-budak Afrika, negara-negara Barat menggunakan cara ilegal dan menculik pria kulit hitam, wanita, dan anak-anak untuk memaksa mereka tunduk pada perbudakan, yang menggantikan kelaparan atau dibakar. Akibatnya, negara-negara ini mampu memperbudak rakyat Afrika dan memindahkan mereka ke benua Amerika Utara, Selatan dan negara-negara Barat.

Tetapi pada abad ke-19, lebih dari satu juta Muslim termasuk di antara 12 juta orang Afrika dipindahkan ke Barat melalui Samudra Atlantik. Muslim kulit hitam ini, meskipun memiliki pengaruh besar yang dimiliki masyarakat Barat terhadap mereka, mampu mempertahankan identitas Islam mereka dan mewariskannya kepada anak-anak mereka.

Dalam sebuah laporan, situs a Al-Jazeera mengkaji buku "Seruan Bilal ... Islam dan Perkembangannya di Berbagai Masyarakat Afrika", yang berkaitan dengan kehidupan Muslim Afrika selama era yang berbeda.

Dari Abad Pertengahan hingga saat ini, umat Islam dari negara-negara Afrika telah melakukan perjalanan ke negara-negara lain sebagai pelancong, peziarah, pedagang, seniman, dan sebagainya. Sebelum abad kedua puluh, jutaan orang Afrika ini telah dipindahkan secara paksa ke masyarakat asing di Eurasia dan benua Amerika Utara dan Selatan, dan bahkan di Afrika sendiri.

Edward E Curtis IV, seorang profesor di Universitas Indiana di Amerika Serikat, menulis dalam bukunya Seruan Bilal, Islam dan Perkembangannya di Berbagai Masyarakat Afrika" dimana Benua Afrika telah diglobalisasi sejak penaklukan Andalusia, yakni dari awal abad ke delapan hingga sekarang, karena Muslim Afrika pernah dipaksa beremigrasi ke Eropa dan tinggal di sana, dan telah dipengaruhi oleh masyarakat Eropa dan mempengaruhi mereka.

Seorang profesor kajian studi Amerika dan Afrika di Universitas Indiana dalam bukunya yang diterbitkan oleh University of North Carolina, menambahkan; sementara masyarakat kontemporer telah sangat mempengaruhi kehidupan imigran Muslim kulit hitam di negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman dan Italia dan perdagangan budak melalui Samudra Atlantik telah membawa lebih dari satu juta Muslim ke dunia baru, banyak di antaranya telah mempertahankan identitas Islam mereka dan mewariskannya kepada anak-anak mereka sehingga membentuk komunitas Muslim Afrika yang besar di dunia baru.

Buku ini menggambarkan kegiatan keagamaan Muslim Afrika ini; Mereka yang setidaknya secara simbolis mendengar "Seruan Bilal"; Buku ini membahas penyebaran Islam di Afrika dan di seluruh dunia, dan mengkaji berbagai cara penyebaran Islam melalui Muslim Afrika ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengalaman-pengalaman Muslim ini di berbagai belahan dunia.

Ahli Waris Bilal

Penulis buku itu mengatakan: Di masa lalu, warna kulit hitam di Semenanjung Arab tidak memalukan dan warna hitam di Timur Tengah tidak identik dengan perbudakan. Karena budak memiliki ras dan warna yang berbeda, budak putih juga ada pada saat itu.

Penulis menekankan bahwa bukunya tentang Bilal Habashi bukanlah sahabat Nabi, tetapi tentang sejarah Muslim Afrika, karena banyak Muslim Afrika menganggap diri mereka secara moral dan perilaku mewarisi Bilal Habashi, muazin awal Islam, dan ia memberi contoh untuk aktivits moral dan spiritual mereka. Oleh karena itu, biografi Bilal Habashi mengingatkan pada awal masuknya orang Afrika ke dalam agama Islam dan masyarakat Islam.

Buku ini lebih lanjut membahas kontribusi Muslim Afrika terhadap perkembangan awal negara-negara Islam dan menceritakan kisah mereka yang bertugas di pasukan kekhalifahan dan kekaisaran Umayyah dan Abbasiyah serta menaklukkan berbagai kota di Eropa, Afrika, dan Asia. Buku ini menunjukkan bagaimana Muslim Afrika membantu membentuk tradisi Islam dari dua agama Sunni dan Syiah yang mewakili Muslim di dunia Islam.

Penulis buku ini menekankan: Muslim Afrika adalah orang-orang yang menciptakan institusi, jaringan dan pemerintah yang berkontribusi pada konversi sebagian besar Benua Hitam ke Islam pada akhir abad ketujuh Masehi. Dan sejatinya kemusliman orang-orang Afrika bukanlah paksaan, namun dalam beberapa abad, Benua hitam ini telah menjadi benua Muslim.

Perkembangan Benua Afrika dari Waktu ke Waktu

Buku Seruan Bilal secara khusus mengisyaratkan peran Muslim sufi Afrika dan pengusaha serta komandan Afrika yang kuat dalam menyebarkan agama Islam melalui kegiatan mereka di lembaga, sekolah, dan perguruan tinggi; Dia juga mengutip contoh-contoh penguasa Afrika seperti Mansa Musa (wafat 1337), penguasa kerajaan Mali. Dia memiliki banyak emas dan mendirikan sekolah-sekolah ilmiah seperti Universitas Sankore atau Masjid Agung Timbuktu di Mali. Juga, Sonni Ali, yang memerintah Kekaisaran Songhai di Mali, Niger, dan Afrika Barat dari tahun 1464 hingga 1492, dan Muhammad Askia, yang menggantikan Sonni Ali, mengembangkan kekaisaran pada masanya.

Penulis buku itu juga menjelaskan perubahan bahasa-bahasa Sawahili, yang umum dari abad ke-12 hingga ke-15 di sepanjang pantai timur Afrika, menjadi bahasa Islam, dan menambahkan bahwa kelaliman dan kekejaman pedagang terhadap budak Afrika adalah memori umum Muslim Afrika di Amerika Serikat dan wilayah Laut Karibia dan Amerika Utara.

Buku ini juga mencatat sejarah berbagai bagian Afrika, termasuk pemberontakan Afrika yang meluas melawan kolonialisme Eropa dan supremasi kulit putih.

Seruan Bilal, Warisan Nilai Identitas yang Berakar dari Muslim Afrika

Amerika dan Dunia Baru

Dalam bab kelima buku ini, berjudul "Muslim Afrika di Amerika Latin dan kawasan laut Karibia", penulis mengungkapkan kehadiran Islam dalam politik melalui partisipasi Muslim Afrika kulit hitam di dunia baru dan menulis: Kesetaraan telah diciptakan melawan perbudakan dan diskriminasi rasial terhadap orang kulit hitam.

Di Amerika Latin dan Karibia, penjajah Spanyol dan Portugis menganggap budak-budak Muslim Afrika, baik dari Andalusia atau Afrika Utara dan Barat, sebagai pemberontak. Sebagai contoh, pada tahun 1530 dan sekali pada tahun 1532, otoritas Santo Domingo (ibukota Republik Dominika) melarang impor terlalu banyak budak Maroko, tetapi ini tidak banyak mengubah realitas masalah ini, begitu juga dengan tibanya era akhir perdagangan budak pada abad ke-19, dapat dikatakan lebih dari satu juta dari 12 juta orang Afrika yang diangkut melintasi Samudra Atlantik adalah Muslim.

Ketika puluhan ribu budak Muslim Afrika tiba di Amerika Utara, Inggris, dan Amerika Serikat, sejumlah besar dipindahkan ke koloni dan negara-negara di Karibia dan Amerika Latin, meskipun penduduk di daerah itu takut akan revolusi dan kerusuhan berulang dari budak Muslim.

Dalam bab keenam buku ini, penulis berbicara tentang Muslim Afrika di Amerika Utara dan gerakan Afrika di seantero Atlantik untuk pertama kalinya karena perdagangan budak, dan ini adalah awal dari migrasi baru yang memaksa orang-orang Afrika untuk mencari investasi di dunia maju ekonomi.

Buku ini menyimpulkan bahwa meskipun perbudakan mungkin berakhir, namun kekuatan yang telah menyalahgunakan pekerja dan bahan baku di Afrika dengan upah rendah belum berakhir; Dan Islam sering menjadi sarana memulihkan karakter mereka yang hilang. Agama ini sering menjadi alat untuk kelanggengan dan bahkan stabilitas dalam perang melawan rasisme dan segala bentuk penindasan terhadap Muslim Afrika di seluruh dunia. (hry)

 

3908652

captcha